Oleh:@baqirmadani
Pernahkah kamu merindu? Ya, barangkali, semua orang
yang hidup di dunia ini, juga pernah merasakan rindu. Bagi kita seorang remaja,
yang paling kita rindukan pastilah masa-masa kecil yang penuh keceriaan. Saat
kita masih suka bemain di bawah rinai hujan, mengejar layangan, omelan ibu karena
pulang kemalaman, dan suasana sederhana lainnya. Tentu, sangat salah jika rindu
dibilang berat, sehingga Dilan melarang kita untuk merindu. “Jangan rindu,
berat. Cukup aku saja.” Kata Dilan dalam novel “Dilan 1990”. Memang dari dulu orang-orang sering
mengaitkan rasa rindu dengan kesedihan, dengan senja, dengan hujan dan hal-hal
yang berbau nestapa dan nelangsa. Anggapan yang demikian sangatlah tidak benar.
Sobat, sadarkah kamu, bahwa tidak semua rindu selalu mengarah pada penderitaan. Bahkan begitu banyak rindu yang sangat baik untuk kita coba, bahkan mungkin harus kita jaga. Jika rasa itu kita berikan pada orang yang haram untuk dirindukan, pastilah akibatnya membuat kita merasa tersiksa oleh rasa rindu itu sendiri. Membikin kita tidak semangat menjalani hidup, karena yang kita pikirkan hanyalah orang yang kita rindukan. Bahkan mungkin juga membuat kita bermalas-malasan dalam belajar. Sebab ketika kita membuka kitab, yang tampak justru wajah dia yang membuat konsentrasi kita beterbangan ke sana kemari. Sampai di sini tidak mengherankan bila ada pujangga Arab yang pernah berkata, “Rindu adalah penyakit murahan, namun obatnya sangatlah mahal.” Jadi, rindu yang semacam ini harus kita hindari. Jika terlanjur ada, harus kita basmi sampai ke akar-akarnya dengan cara membuang jauh penyebabnya ke tempat sampah kenangan pahit. Sebab jika kita salah dalam merindukan, justru hanya membuat kita semakin jauh dari rahmat Tuhan.
Namun jika yang kita rindukan adalah orang-orang yang halal, tentunya rasa rindu itu patut untuk kita pertahankan. Atau bahkan kita harus memupuknya agar semakin tumbuh subur, membesar, dan mengakar kuat. Semisal rasa rindu kita pada Rasulullah e, yang bisa menjadikan kita semangat untuk meneladani akhlak beliau. Siapa yang tidak kenal Imam Abusiri? Beliau adalah pengarang kasidah fenomenal bertajuk Burdah. Kasidah itu beliau gubah juga karena rasa rindu yang membuncah pada Rasulullah e. Begitupun rasa rindu kita pada kedua orang tua, yang dengan mengingat wajah teduh mereka, mampu membuat semangat kita semakin melejit. Dan seperti rindu kita pada guru-guru dan sahabat-sahabat, yang membuat kita selalu ingin membicarakan dan mengenang kebaikan mereka. Atau seperti rasa rindu kita pada kampung halaman, yang membuat rasa hubbul wathan kita semakin tinggi. Bahkan mungkin seperti rindu kita pada seseorang yang diam-diam kita harapkan. Sehingga kita berusaha memantaskan diri agar kelak, saat sudah boyong, kita pede untuk mendatangi orang tuanya. Di sini kita berusaha menjadi Sayidina Ali, agar kita pantas mendampingi dia yang juga sedang berusaha menjadi Sayidah Fatimah. Insyaallah…
Maka larangan “jangan rindu” hanya berlaku bagi mereka yang tersiksa oleh rasa rindunya. Sebab mereka memberikan rasa rindunya pada orang-orang yang haram untuk mereka rindukan. Sedangkan bagi kita, sebagai santri yang paham ilmu agama, memang seharusnya untuk lebih meningkatkan rasa rindu di dada. Sebab rindu ini kita berikan pada mereka yang halal untuk kita rindukan, yang bisa mengantarkan kita untuk mencapai rida Ilahi. Jadi, silahkan merindu…
Komentar