Langsung ke konten utama

Dengan Apa



Entahlah Muhammad
Entah dengan apa lagi aku mampu menguraikan rindu terhadapmu
Siapa sebenarnya Engkau wahai Muhammad.

Dari surau-surau desa
Yang kudengar hanyalah syair-syair cinta untukmu
Tuhan serta Malaikat-Nyapun bersholawat atasmu.

Wahai yang orang-orang sebut Baginda
Entah dengan apa lagi aku mampu menguraikan rindu terhadapmu
Bila seluruh urat syarafku telah penuh oleh cinta
Dan nadiku mendenyutkan namamu.

Entah dengan apa lagi aku mampu menguraikan rindu terhadapmu
Wahai kekasih yang bunga-bunga bermekaran menyambut kelahiranmu
Bila esok air mataku kering dan jasadku sirna
Dengan Apa lagi aku mampu menyampaikan mahabbah serta kerinduan ini kepadamu


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Rindu

Oleh:@baqirmadani Pernahkah kamu merindu? Ya, barangkali, semua orang yang hidup di dunia ini, juga pernah merasakan rindu. Bagi kita seorang remaja, yang paling kita rindukan pastilah masa-masa kecil yang penuh keceriaan. Saat kita masih suka bemain di bawah rinai hujan, mengejar layangan, omelan ibu karena pulang kemalaman, dan suasana sederhana lainnya. Tentu, sangat salah jika rindu dibilang berat, sehingga Dilan melarang kita untuk merindu. “Jangan rindu, berat. Cukup aku saja.” Kata Dilan dalam novel “Dilan 1990” .  Memang dari dulu orang-orang sering mengaitkan rasa rindu dengan kesedihan, dengan senja, dengan hujan dan hal-hal yang berbau nestapa dan nelangsa. Anggapan yang demikian sangatlah tidak benar. Sobat, sadarkah kamu, bahwa tidak semua rindu selalu mengarah pada penderitaan. Bahkan begitu banyak rindu yang sangat baik untuk kita coba, bahkan mungkin harus kita jaga. Jika rasa itu kita berikan pada orang yang haram untuk dirindukan, pastilah akibatnya membuat kita ...

Amira

  Oleh: Muhammad Hilman Haeikal*   Namaku Hifni, Sulton Hifni Ramadhan. Sesuai dengan namaku. Aku lahir di bulan R amadhan . Namun, aku bingung sedari kecil aku tidak pernah dipanggil dengan nama asliku. Aku biasa dipanggil dengan sebutan L ora . sapaan anak kiai oleh orang M adura. Sejak kecil aku sudah diistimewakan oleh orang-orang di sekitarku, mulai dari makan ada yang menyiapkan, jika aku lewat di kerumunan santri mereka semua pada minggir memberikan jalan kepadaku dengan tangan menyilang membentuk huruf x disertai dengan kepala tertunduk takzim. A ku hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Penghormatan yang terlalu berlebihan menurutku. Kadangkala ada yang mencium tanganku. Awal mulanya perlakuan seperti ini tidak masalah bagiku. Akan tetapi , ketika umurku sudah mulai beranjak dewasa, perlakuan seperti ini justru membuatku risih. Aku ingin menjadi seperti anak pada umumnya, bebas pergi ke mana saja seorang diri tanpa ditemani oleh khaddam , atau bermain selayaknya a...