Dia
Adalah Menantu Orang Tua Kita
Oleh: M Hilman Haeikal
“Barang siapa yang menikah, maka dia telah
menyempurnakan separuh agamanya. Tinggal bertawakallah kepada Allah untuk
menyempurnakan separuh yang lainnya.” (HR. At-Thabrani)
Menikah adalah sebuah
proses yang sakral. Tatkala undangan sudah tersebar. Tatkala tetamu berdatangan
sambil melontarkan senyuman bahagia kepada sang mempelai. Makanan dan minuman
tertata rapi di meja berhiaskan bermacam bunga menambah keindahan pemandangan. Lampu
warna-warni dihias sedemikian rupa agar terlihat anggun. Pada saat itu pula ada
sepasang muslim dan muslimah yang mulai gugup. Hatinya berdebar bukan main. Keringat
dingin bercucuran disertai linangan air mata sebagai tanda kebahagiaan yang
membuncah tak tertahankan. Hati mereka bergemuruh: bahagia, suka, senang,
rindu, semua bercampur aduk menjadi satu. Sejurus kemudian, kata qabiltu
nikahaha diucapkan oleh mempelai pria. Sejak saat itu status mereka berubah
menjadi pasangan suami-istri, para bidadari di surga pun cemburu terhadap
mereka.
Hati mereka yang semula
berdebar kencang menjadi teratur kembali, yang semula tangan dan kaki mereka
gemetar menjadi tenang kembali. Seorang muslim sejati telah melantunkan kalimat
yang membebaskan mereka dari hubungan pacaran terlaknat. Saat itulah, dari ujung
rambut sampai ujung kaki menjadi halal. Semula yang anggota tubuhnya ditutupi
kini sudah tidak ada penghalang lagi di antara mereka. Separuh agamanya telah
terpenuhi. Ibadahnya menjadi berlipat-lipat dengan pahala. Betapa suasana
surgawi begitu kental waktu itu. Hati mereka berdebar tak menentu ketika mereka
mulai bersentuhan, saling menukar tatap dan senyuman. Jiwa raga mereka tersirami
dengan bahagia yang sempurna.
***
Alangkah indahnya kejadian
di atas jika pelakunya adalah kita. Sang pujaan hati yang kita impikan menjadi
pasangan duduk kita di atas kursi pelaminan. Akan tetapi, semua itu tidak
semudah yang kita bayangkan. Banyak hal yang merintangi jalan kita untuk
melepas status lajang. Sebab, setan tidak suka melihat sesuatu yang awalnya
dosa besar, menjadi ladang untuk menuai pahala sebanyak-banyaknya. Hal ini
senada dengan sabda Baginda, “Jika ada seseorang menikah dalam usia muda, maka
setan akan menangis sambil menjerit, ‘Aduhai, betapa celakanya diriku. Ia telah
menjaga agamanya dari godaanku!’” (HR. Ibnu Adi)
Satu hal yang menjadi
momok besar bagi kita yang ingin melepas status lajang adalah restu orang tua.
Ada pilihan yang cocok bagi kita, tetapi tidak cocok bagi orang tua. Begitu
pula sebaliknya. Saat itulah kita berada di zona dilema: maju takut, mundur
eman. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Apakah memilih restu orang tua atau memilih
seseorang yang kita cintai dan yakini? Kalau diberi kesempatan memilih,
tentunya kita memilih seseorang yang kita dambakan serta mendapat restu orang
tua. Namun, memilih pasangan hidup bukan seperti memilih baju di toko: tidak
cocok langsung ganti. Lebih dari itu, memilih pasangan hidup itu berarti kita
memilih menantu dari orang tua kita, memilih ipar dari saudara kita, memilih
ibu atau ayah dari anak-anak kita. Puncaknya adalah memilih teman untuk
menggapai surga-Nya.
Oleh sebab itu, alangkah
baiknya jika pasangan kita itu adalah ia yang direstu oleh semua pihak,
terutama pihak orang tua. Sebab, mereka jauh lebih mengerti tentang banyak hal
daripada kita. Mereka jauh lebih banyak menelan asam garam kehidupan daripada
kita. Tentulah mereka pasti memilihkan jodoh yang terbaik bagi kita. Jodoh yang
akan membawa kita menuju kebahagiaan paripurna, di dunia terlebih di akhirat.
Sebab terkadang, apa yang kita anggap baik justru itu adalah keburukan bagi
kita, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Intinya, memilih pasangan hidup haruslah mempertimbangkan hal sebagaimana yang penulis jelaskan di atas. Jangan sampai seseorang yang kita anggap pangeran atau bidadari, justru ia adalah setan yang siap-siap menjeruskan kita ke liang neraka. Jangan sampai pernikahan kita berbuntut penyesalan di kemudian hari karena kita mengabaikan pilihan orang tua.
Komentar
kapan-kapan bisa dong ajari nulis ok